*ROBERT R. RANDAKILA,S.KOM* /> *0853 1841 1611*

Tuesday, June 21, 2016

Cara Upload dan Download di Google Drive

Salah satu penyimpanan online yang bisa dipergunakan untuk berbagi file dalam kapasitas besar adalah Google Drive. Anda bisa mengupload dan membagikan file dengan batasan ukuran sampai 5 tera. Jadi jika pengen berkirim file yang lumayan gede semisal film maka bisa memakai layanan ini.




Upload Drive Versi Baru

Cara untuk upload di Google Drive versi baru adalah sebagai berikut:
  • Silakan masuk ke drive.google.com kemudian login dengan akun Google Anda.
  • Klik tombol New – File Upload – kemudian pilih file yang akan diupload.
new upload




  • Akan ada proses upload di kanan bawah.
upload
  • Setelah selesai maka bisa klik tombol Share di bagian kanan kotak. Atau bisa dengan klik kanan file tersebut di Drive kemudian klik: Share.
  • Akan muncul kotak share, klik di kanan atas “Get Shareable Link”.
share
  • Akan muncul link untuk dishare.

Upload Drive Versi Lama

Cara untuk upload di Google Drive versi lama adalah sebagai berikut:
  • Silakan masuk ke drive.google.com kemudian login dengan akun Google Anda.
  • Klik tanda panah keatas di sebelah kiri. Kemudian klik “Files…”
gdrive1
  • Pilih file yang ingin Anda upload, maksimal ukuran 1 file adalah 5 tera.
  • Proses upload akan ada di kanan bawah, setelah selesai klik “Share”
gdrive2
  • Untuk mengubah akses file menjadi Publik silakan klik “Change” di bagian “Private:Only You Can Access”
gdrive3
  • Pilih “Public On The Web”. Kemudian klik “Save”.
gdrive4
  • File Anda sudah bisa didownload oleh setiap orang, alamat linknya ada di bagian “Link To Share”
gdrive5

Download

Untuk download file dari Google Drive caranya:
  • Silakan klik icon panah kebawah di samping kiri atau dari File – Download. Atau bisa dengan Control + S.
gdrive6
  • Jika file yang akan diunduh berukuran besar biasanya akan ada peringatan seperti dibawah ini. Untuk mengunduh klik “Download Anyway”.
gdrive7
Untuk akun gratisan setiap pengguna mendapat ruang penyimpanan sebesar 15GB. Jika terlalu banyak pendownload biasanya akan ada peringatan dan file tidak bisa didownload. Namun tidak begitu jelas berapa batasan bandwith perharinya.

Semoga Bermanfaat

Sitemap




Daftar Isi Resep Komputer Home Service

Map


KOMPUTER HOME SERVICE

Head Office

Jln. jantung pabuaran
PERUMAHAN CIBINONG ALAM LESTARI BLOK D3.No.16
kode pos :16915
alamat email:support@komputerhomeservice.com

robertcku@gmail.com
No Tlp :021 83613247
hp :083 891 909 100
wa :083 891 909 100
Pin BBM :

Factory
Jln.Pelita III Utara No.12 Makassar
kode pos :
alamat email:support@komputerhomeservice.com

robertcku@gmail.com
No Tlp :021 83613247
hp  :083 891 909 100
wa :083 891 909 100
Pin BBM :

Website :www.komputerhomeservice.com

Silakan Kirim Email Ke Kami Jika ada yang kurang Di Pahami, Kami dengan senang Hati akan Membantu.

Nama:
Email:
Komentar:



Diskusi


Email

EMAIL ME
Apabila ada hal-hal yang tidak berkenan dihati, ada pertanyaan atau mo ngasih proyek barangkali... ngarep.... langsung email sajah... biar lebih cepet responnya.
Saya akan jawab dari email admin@komputerhomeservice.com, jika tidak masuk inbox coba lihat di spam.


Nama:
Email:
Komentar:
 

Suku Toraja

Sejarah Suku Toraja

Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan,Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 600.000 jiwa. Mereka juga menetap di sebagian dataran Luwu dan Sulawesi Barat.
Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidenreng dan dari Luwu. Orang Sidenreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja yang mengandung arti “Orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan”, sedang orang Luwu menyebutnya To Riajang yang artinya adalah “orang yang berdiam di sebelah barat”. Ada juga versi lain bahwa kata Toraya asal To = Tau (orang), Raya = dari kata Maraya (besar), artinya orang orang besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja, dan kata Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal kemudian dengan Tana Toraja.
Wilayah Tana Toraja juga digelar Tondok Lili’na Lapongan Bulan Tana Matari’allo arti harfiahnya adalah “Negri yang bulat seperti bulan dan matahari”. Wilayah ini dihuni oleh satu etnis (Etnis Toraja).

Mitos
Rumah Adat Toraja

Menurut mitos, leluhur orang Toraja adalah manusia yang berasal dari nirwana, mitos yang tetap melegenda turun temurun hingga kini secara lisan dikalangan masyarakat Toraja ini menceritakan bahwa nenek moyang masyarakat Toraja yang pertama menggunakan “tangga dari langit” untuk turun dari nirwana, yang kemudian berfungsi sebagai media komunikasidengan Puang Matua (Tuhan Yang Maha Kuasa – dalam bahasa Toraja).

Lain lagi versi dari DR. C. CYRUT seorang anthtropolog, dalam penelitiannya menuturkan bahwa masyarakat Tana Toraja merupakan hasil dari proses akulturasi antara penduduk lokal yang mendiami daratan Sulawesi Selatan dengan pendatang yang notabene adalah imigran dari Teluk Tongkin (daratan Tiongkok). Proses akulturasi antara kedua masyarakat tersebut, berawal dari berlabuhnya Imigran Indochina dengan jumlah yang cukup banyak di sekitar hulu sungai yang diperkirakan lokasinya di daerah Enrekang, kemudian para imigran ini, membangun pemukimannya di daerah tersebut.

Aluk

Aluk adalah merupakan budaya/aturan hidup yang dibawa oleh kaum imigran dari dataran Indochina pada sekitar 3000 tahun sampai 500 tahun sebelum masehi.
Aluk Sanda Saratu
Tokoh penting dalam penyebaran aluk ini antara lain: Tomanurun Tamboro Langi’ yang merupakan pembawa aluk Sanda Saratu yang mengikat penganutnya dalam daerah terbatas yakni wilayah Tallu Lembangna.

Aluk Sanda Pitunna
Wilayah barat

Tokoh penting dalam penyebaran aluk ini di wilayah barat Tana Toraja yaitu : Pongkapadang bersama Burake Tattiu’ yang menyebarkan ke daerah Bonggakaradeng, sebagian Saluputti, Simbuang sampai pada Pitu Ulunna Salu Karua Ba’bana Minanga, dengan memperkenalkan kepada masyarakat setempat suatu pranata sosial yang disebut dalam bahasa Toraja “to unnirui’ suke pa’pa, to ungkandei kandian saratu yakni pranata sosial yang tidak mengenal strata.

Wilayah timur

Di wilayah timur Tana Toraja, Pasontik bersama Burake Tambolang menyebarkannya ke daerah Pitung Pananaian, Rantebua, Tangdu, Ranteballa, Ta’bi, Tabang, Maindo sampai ke Luwu Selatan dan Utara dengan memperkenalkan pranata sosial yang disebut dalam bahasa Toraja : “To Unnirui’ suke dibonga, To unkandei kandean pindan”, yaitu pranata sosial yang menyusun tata kehidupan masyarakat dalam tiga strata sosial.

Wilayah tengah

Tangdilino bersama Burake Tangngana menyebarkan aluk ke wilayah tengah Tana Toraja dengan membawa pranata sosial “To unniru’i suke dibonga, To ungkandei kandean pindan”.
Kesatuan adat
Seluruh Tondok Lepongan Bulan Tana Matari’ Allo ( wilayah Tana Toraja) diikat oleh salah satu aturan yang dikenal dengan nama Tondok Lepongan Bulan Tana Matari’ Allo yang secara harafiahnya berarti “Negri yang bulat seperti bulan dan Matahari”. Nama ini mempunyai latar belakang yang bermakna, persekutuan negeri sebagai satu kesatuan yang bulat dari berbagai daerah adat. Ini dikarenakan Tana Toraja tidak pernah diperintah oleh seorang penguasa tunggal, tetapi wilayah daerahnya terdiri dari kelompok adat yang diperintah oleh masing-masing pemangku adat dan ada sekitar 32 pemangku adat di Toraja.
Karena perserikatan dan kesatuan kelompok adat tersebut, maka diberilah nama perserikatan bundar atau bulat yang terikat dalam satu pandangan hidup dan keyakinan sebagai pengikat seluruh daerah dan kelompok adat tersebut.

Upacara adat

Di wilayah Kab. Tana Toraja terdapat dua upacara adat yang amat terkenal , yaitu upacara adat Rambu Solo’ (upacara untuk pemakaman) dengan acara Sapu Randanan, dan Tombi Saratu’, serta Ma’nene’, dan upacara adat Rambu Tuka. Upacara-upacara adat tersebut di atas baik Rambu Tuka’ maupun Rambu Solo’ diikuti oleh seni tari dan seni musik khas Toraja yang bermacam-macam ragamnya.

Rambu Solo

Adalah sebuah upacara pemakaman secara adat yang mewajibkan keluarga yang almarhum membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi.
Tingkatan upacara Rambu Solo
Upacara Rambu Solo terbagi dalam beberapa tingkatan yang mengacu pada strata sosial masyarakat Toraja, yakni:
• Dipasang Bongi: Upacara pemakaman yang hanya dilaksanakan dalam satu malam saja.
• Dipatallung Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama tiga malam dan dilaksanakan dirumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan.
• Dipalimang Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama lima malam dan dilaksanakan disekitar rumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan.
• Dipapitung Bongi:Upacara pemakaman yang berlangsung selama tujuh malam yang pada setiap harinya dilakukan pemotongan hewan.

Upacara tertinggi

Biasanya upacara tertinggi dilaksanakan dua kali dengan rentang waktu sekurang kurangnya setahun, upacara yang pertama disebut Aluk Pia biasanya dalam pelaksanaannya bertempat disekitar Tongkonan keluarga yang berduka, sedangkan Upacara kedua yakni upacara Rante biasanya dilaksanakan disebuah lapangan khusus karena upacara yang menjadi puncak dari prosesi pemakaman ini biasanya ditemui berbagai ritual adat yang harus dijalani, seperti : Ma’tundan, Ma’balun (membungkus jenazah), Ma’roto (membubuhkan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah), Ma’Parokko Alang (menurunkan jenazah kelumbung untuk disemayamkan), dan yang terkahir Ma’Palao (yakni mengusung jenazah ketempat peristirahatan yang terakhir).

Berbagai kegiatan budaya yang menarik dipertontonkan pula dalam upacara ini, antara lain :
• Ma’pasilaga tedong (Adu kerbau), kerbau yang diadu adalah kerbau khas Tana Toraja yang memiliki ciri khas yaitu memiliki tanduk bengkok kebawah ataupun [balukku’, sokko] yang berkulit belang (tedang bonga), tedong bonga di Toraja sangat bernilai tinggi harganya sampai ratusan juta; Sisemba’ (Adu kaki)
• Tari tarian yang berkaitan dengan ritus rambu solo’ seperti : Pa’Badong, Pa’Dondi, Pa’Randing, Pa’Katia, Pa’papanggan, Passailo dan Pa’pasilaga Tedong; Selanjutnya untuk seni musiknya: Pa’pompang, Pa’dali-dali dan Unnosong.;

• Ma’tinggoro tedong (Pemotongan kerbau dengan ciri khas masyarkat Toraja, yaitu dengan menebas kerbau dengan parang dan hanya dengan sekali tebas), biasanya kerbau yang akan disembelih ditambatkan pada sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batuhttp://www.robertrandakila.co.cc.

Kerbau Tedong Bonga adalah termasuk kelompok kerbau lumpur (Bubalus bubalis) merupakan endemik spesies yang hanya terdapat di Tana Toraja. Ke-sulitan pembiakan dan kecenderungan untuk dipotong sebanyak-banyaknya pada upacara adat membuat plasma nutfah (sumber daya genetika) asli itu terancam kelestariannya.

Menjelang usainya Upacara Rambu Solo’, keluarga mendiang diwajibkan mengucapkan syukur pada Sang Pencipta yang sekaligus menandakan selesainya upacara pemakaman Rambu Solo’.

Rambu Tuka
Tarian Manganda’ pada upacara Ma’Bua’

Upacara adat Rambu Tuka’ adalah acara yang berhungan dengan acara syukuran misalnya acara pernikahan, syukuran panen dan peresmian rumah adat/tongkonan yang baru, atau yang selesai direnovasi; menghadirkan semua rumpun keluarga, dari acara ini membuat ikatan kekeluargaan di Tana Toraja sangat kuat semua Upacara tersebut dikenal dengan nama Ma’Bua’, Meroek, atau Mangrara Banua Sura’.

Untuk upacara adat Rambu Tuka’ diikuti oleh seni tari : Pa’ Gellu, Pa’ Boneballa, Gellu Tungga’, Ondo Samalele, Pa’Dao Bulan, Pa’Burake, Memanna, Maluya, Pa’Tirra’, Panimbong dan lain-lain. Untuk seni musik yaitu Pa’pompang, pa’Barrung, Pa’pelle’. Musik dan seni tari yang ditampilkan pada upacara Rambu Solo’ tidak boleh (tabu) ditampilkan pada upacara Rambu Tuka’.

Nilai Tradisi Vs Keagamaan

DALAM kepercayaan asli masyarakat Tana Toraja yang disebut Aluk Todolo, kesadaran bahwa manusia hidup di Bumi ini hanya untuk sementara, begitu kuat. Prinsipnya, selama tidak ada orang yang bisa menahan Matahari terbenam di ufuk barat, kematian pun tak mungkin bisa ditunda.

Sesuai mitos yang hidup di kalangan pemeluk kepercayaan Aluk Todolo, seseorang yang telah meninggal dunia pada akhirnya akan menuju ke suatu tempat yang disebut puyo; dunia arwah, tempat berkumpulnya semua roh. Letaknya di bagian selatan tempat tinggal manusia. Hanya saja tidak setiap arwah atau roh orang yang meninggal itu dengan sendirinya bisa langsung masuk ke puyo. Untuk sampai ke sana perlu didahului upacara penguburan sesuai status sosial semasa ia hidup. Jika tidak diupacarakan atau upacara yang dilangsungkan tidak sempurna sesuai aluk (baca: ajaran dan tata cara peribadatan), yang bersangkutan tidak dapat mencapai puyo. Jiwanya akan tersesat.

“Agar jiwa orang yang ’bepergian’ itu tidak tersesat, tetapi sampai ke tujuan, upacara yang dilakukan harus sesuai aluk dan mengingat pamali. Ini yang disebut sangka’ atau darma, yakni mengikuti aturan yang sebenarnya. Kalau ada yang salah atau biasa dikatakan salah aluk (tomma’ liong-liong), jiwa orang yang ’bepergian’ itu akan tersendat menuju siruga (surga),” kata Tato’ Denna’, salah satu tokoh adat setempat, yang dalam stratifikasi penganut kepercayaan Aluk Todolo mendapat sebutan Ne’ Sando.

Selama orang yang meninggal dunia itu belum diupacarakan, ia akan menjadi arwah dalam wujud setengah dewa. Roh yang merupakan penjelmaan dari jiwa manusia yang telah meninggal dunia ini mereka sebut tomebali puang. Sambil menunggu korban persembahan untuknya dari keluarga dan kerabatnya lewat upacara pemakaman, arwah tadi dipercaya tetap akan memperhatikan dari dekat kehidupan keturunannya.
Oleh karena itu, upacara kematian menjadi penting dan semua aluk yang berkaitan dengan kematian sedapat mungkin harus dijalankan sesuai ketentuan. Sebelum menetapkan kapan dan di mana jenazah dimakamkan, pihak keluarga harus berkumpul semua, hewan korban pun harus disiapkan sesuai ketentuan. Pelaksanaannya pun harus dilangsungkan sebaik mungkin agar kegiatan tersebut dapat diterima sebagai upacara persembahan bagi tomebali puang mereka agar bisa mencapai puyo alias surga

Jika ada bagian-bagian yang dilanggar, katakanlah bila yang meninggal dunia itu dari kaum bangsawan namun diupacarakan tidak sesuai dengan tingkatannya, yang bersangkutan dipercaya tidak akan sampai ke puyo. Rohnya akan tersesat. Sementara bagi yang diupacarakan sesuai aluk dan berhasil mencapai puyo, dikatakan pula bahwa keberadaannya di sana juga sangat ditentukan oleh kualitas upacara pemakamannya. Dengan kata lain, semakin sempurna upacara pemakaman seseorang, maka semakin sempurnalah hidupnya di dunia keabadian yang mereka sebut puyo tadi.
To na indanriki’ lino
To na pake sangattu’
Kunbai lau’ ri puyo
Pa’ Tondokkan marendeng
Kita ini hanyalah pinjaman dunia yang dipakai untuk sesaat. Sebab, di puyo-lah negeri kita yang kekal. Di sana pula akhir dari perjalanan hidup yang sesungguhnya.

Bisa dimaklumi bila dalam setiap upacara kematian di Tana Toraja pihak keluarga dan kerabat almarhum berusaha untuk memberikan yang terbaik. Caranya adalah dengan membekali jiwa yang akan bepergian itu dengan pemotongan hewan-biasanya berupa kerbau dan babi-sebanyak mungkin. Para penganut kepercayaan Aluk Todolo percaya bahwa roh binatang yang ikut dikorbankan dalam upacara kematian tersebut akan mengikuti arwah orang yang meninggal dunia tadi menuju ke puyo.
Kepercayaan pada Aluk Todolo pada hakikatnya berintikan pada dua hal, yaitu padangan terhadap kosmos dan kesetiaan pada leluhur. Masing-masing memiliki fungsi dan pengaturannya dalam kehidupan bermasyarakat. Jika terjadi kesalahan dalam pelaksanaannya, sebutlah seperti dalam hal “mengurus dan merawat” arwah para leluhur, bencana pun tak dapat dihindari.

Berbagai bentuk tradisi yang dilakukan secara turun-temurun oleh para penganut kepercayaan Aluk Todolo-termasuk ritus upacara kematian adat Tana Toraja yang sangat dikenal luas itu-kini pun masih bisa disaksikan. Meski terjadi perubahan di sana-sini, kebiasaan itu kini tak hanya dijalankan oleh para pemeluk Aluk Todolo, masyarakat Tana Toraja yang sudah beragama Kristen dan Katolik pun umumnya masih melaksanakannya. Bahkan, dalam tradisi penyimpanan mayat dan upacara kematian, terjadi semacam “penambahan” dari yang semula lebih sederhana menjadi kompleks dan terkadang berlebihan.
Sebagai contoh, ajaran Aluk Todolo menghendaki agar orang yang meninggal dunia harus segera diupacarakan dan secepatnya dikuburkan. Maksud dari ajaran ini, seperti dikutip oleh M Ghozali Badrie dalam penelitiannya tentang “Penyimpanan Mayat di Tana Toraja”, supaya keluarga yang ditinggalkan dapat melaksanakan upacara-upacara lain yang bersifat kegembiraan. Sebab, adalah pamali atau melanggar ketentuan aluk bila upacara kegembiraan (rambu tuka’) dilaksanakan bila ada orang mati (to mate). Untuk mengatasi hal yang berlawanan ini, masyarakat Tana Toraja lalu mengatakan, mayat tersebut belum mati, tetapi dianggap sebagai orang yang masih sakit (to makula). Dengan begitu, mereka yang ingin melaksanakan upacara rambu tuka’ tidak terhalang hanya karena ada mayat di kampung tersebut.

Pemakaman

Peti mati yang digunakan dalam pemakaman dipahat menyerupai hewan (Erong). Adat masyarakat Toraja adalah menyimpan jenazah pada tebing/liang gua, atau dibuatkan sebuah rumah (Pa’tane).
Beberapa kawasan pemakaman yang saat ini telah menjadi obyek wisata, seperti di :

• Londa, yang merupakan suatu pemakaman purbakala yang berada dalam sebuah gua, dapat dijumpai puluhan erong yang berderet dalam bebatuan yang telah dilubangi, tengkorak berserak di sisi batu menandakan petinya telah rusak akibat di makan usia.

Londa terletak di desa Sandan Uai Kecamatan Sanggalai’ dengan jarak 7 km dari kota Rantepao, arah ke Selatan, Gua-gua alam ini penuh dengan panorama yang menakjubkan 1000 meter jauh ke dalam, dapat dinikmati dengan petunjuk guide yang telah terlatih dan profesional.

• Lemo adalah salah satu kuburan leluhur Toraja, yang merupakan kuburan alam yang dipahat pada abad XVI atau setempat disebut dengan Liang Paa’. Jumlah liang batu kuno ada 75 buah dan tau-tau yang tegak berdiri sejumlah 40 buah sebagai lambang-lambang prestise, status, peran dan kedudukan para bangsawan di Desa Lemo. Diberi nama Lemo oleh karena model liang batu ini ada yang menyerupai jeruk bundar dan berbintik-bintik.

• Tampang Allo yang merupakan sebuah kuburan goa alam yang terletak di Kelurahan Sangalla’ dan berisikan puluhan Erong, puluhan Tau-tau dan ratusan tengkorak serta tulang belulang manusia. Pada sekitar abad XVI oleh penguasa Sangalla’ dalam hal ini Sang Puang Manturino bersama istrinya Rangga Bualaan memilih goa Tampang Allo sebagai tempat pemakamannya kelak jika mereka meninggal dunia, sebagai perwujudan dari janji dan sumpah suami istri yakni “sehidup semati satu kubur kita berdua”. Goa Tampang Alllo berjarak 19 km dari Rantepao dan 12 km dari Makale.

• Liang Tondon lokasi tempat pemakaman para Ningrat atau para bangsawan di wilayah Balusu disemayamkan yang terdiri dari 12 liang.
• To’Doyan adalah pohon besar yang digunakan sebagai makam bayi (anak yang belum tumbuh giginya). Pohon ini secara alamiah memberi akar-akar tunggang yang secara teratur tumbuh membentuk rongga-rongga. Rongga inilah yang digunakan sebagai tempat menyimpan mayat bayi.

• Patane Pong Massangka (kuburan dari kayu berbentuk rumah Toraja) yang dibangun pada tahun 1930 untuk seorang janda bernama Palindatu yang meninggal dunia pada tahun 1920 dan diupacarakan secara adat Toraja tertinggi yang disebut Rapasan Sapu Randanan. Pong Massangka diberi gelar Ne’Babu’ disemayamkan dalam Patane ini. tau-taunya yang terbuat dari batu yang dipahat . Jaraknya 9 km dari Rantepao arah utara.

• Ta’pan Langkan yang berarti istana burung elang. Dalam abad XVII Ta’pan Langkan digunakan sebagai makam oleh 5 rumpun suku Toraja antara lain Pasang dan Belolangi’. Makam purbakala ini terletak di desa Rinding Batu dan memiliki sekian banyak tau-tau sebagai lambang prestise dan kejayaan masa lalu para bangsawan Toraja di Desa Rinding Batut. Dalam adat masyarakat Toraja, setiap rumpun mempunyai dua jenis tongkonan tang merambu untuk manusia yang telah meninggal. Ta’pan Langkan termasuk kategori tongkonan tang merambu yang jaraknya 1,5 km dari poros jalan Makale-Rantepao dan juga dilengkapi dengan panorama alam yang mempesona.

• Sipore’ yang artinya “bertemu” adalah salah satu tempat pekuburan yang merupakan situs purbakala, dimana masyarakat membuat liang kubur dengan cara digantung pada tebing atau batu cadas. Lokasinya 2 km dari poros jalan Makale-Rantepao.
Tempat upacara pemakaman adat

“Rante”

Rante yaitu tempat upacara pemakaman secara adat yang dilengkapi dengan 100 buah menhir/megalit yang dalam Bahasa toraja disebut Simbuang Batu. 102 bilah batu menhir yang berdiri dengan megah terdiri dari 24 buah ukuran besar, 24 buah ukuran sedang dan 54 buah ukuran kecil. Ukuran menhir ini mempunyai nilai adat yang sama, perbedaan tersebut hanyalah faktor perbedaan situasi dan kondisi pada saat pembuatan/pengambilan batu.
Megalit/Simbuang Batu hanya diadakan bila pemuka masyarakat yang meninggal dunia dan upacaranya diadakan dalam tingkat Rapasan Sapurandanan (kerbau yang dipotong sekurang-kurangnya 24 ekor).

Tau-tau

Tau-tau adalah patung yang menggambarkan almarhum. Pada pemakaman golongan bangsawan atau penguasa/pemimpin masyarakat salah satu unsur Rapasan (pelengkap upacara acara adat), ialah pembuatann Tau-tau. Tau-tau dibuat dari kayu nangka yang kuat dan pada saat penebangannya dilakukan secara adat. Mata dari Tau-tau terbuat dari tulang dan tanduk kerbau. Pada jaman dahulu kala, Tau-tau dipahat tidak persis menggambarkan roman muka almarhum namun akhir-akhir ini keahlian pengrajin pahat semakin berkembang hingga mampu membuat persis roman muka almarhum.

Toraja


 
 
 
 
 
 
Rate This

Sejarah TANA TORAJA …

         Konon, leluhur orang Toraja adalah manusia yang berasal dari nirwana, mitos yang tetap melegenda turun temurun hingga kini secara lisan dikalangan masyarakat Toraja ini menceritakan bahwa nenek moyang masyarakat Toraja yang pertama menggunakan “tangga dari langit” untuk turun dari nirwana, yang kemudian berfungsi sebagai media komunikasi dengan Puang Matua (Tuhan Yang Maha Kuasa).

      Lain lagi versi dari DR. C. CYRUT seorang anthtropolog, dalam penelitiannya menuturkan bahwa masyarakat Tana Toraja merupakan hasil dari proses akulturasi antara penduduk (lokal/pribumi) yang mendiami daratan Sulawesi Selatan dengan pendatang yang notabene adalah imigran dari Teluk Tongkin (daratan Cina). Proses akulturasi antara kedua masyarakat tersebut, berawal dari berlabuhnya Imigran Indo Cina dengan jumlah yang cukup banyak di sekitar hulu sungai yang diperkirakan lokasinya di daerah Enrekang, kemudian para imigran ini, membangun pemukimannya di daerah tersebut.

     Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidendereng dan dari luwu. Orang Sidendreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebuatn To Riaja yang mengandung arti “Orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan”, sedang orang Luwu menyebutnya To Riajang yang artinya adalah “orang yang berdiam di sebelah barat”. Ada juga versi lain bahwa kata Toraya asal To = Tau (orang), Raya = dari kata Maraya (besar), artinya orang orang besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja, dan kata Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal kemudian dengan Tana Toraja.

Sejarah Aluk

     Konon manusia yang turun ke bumi, telah dibekali dengan aturan keagamaan yang disebut aluk. Aluk merupakan aturan keagamaan yang menjadi sumber dari budaya dan pandangan hidup leluhur suku Toraja yang mengandung nilai-nilai religius yang mengarahkan pola-pola tingkah laku hidup dan ritual suku Toraja untuk mengabdi kepada Puang Matua.
Cerita tentang perkembangan dan penyebaran Aluk terjadi dalam lima tahap, yakni: Tipamulanna Aluk ditampa dao langi’ yakni permulaan penciptaan Aluk diatas langit, Mendemme’ di kapadanganna yakni Aluk diturunkan kebumi oleh Puang Buru Langi’ dirura.Kedua tahapan ini lebih merupakan mitos. Dalam penelitian pada hakekatnya aluk merupakan budaya/aturan hidup yang dibawa kaum imigran dari dataran Indo Cina pada sekitar 3000 tahun sampai 500 tahun sebelum masehi.

   Beberapa Tokoh penting daiam penyebaran aluk, antara lain: Tomanurun Tambora Langi’ adalah pembawa aluk Sabda Saratu’ yang mengikat penganutnya dalam daerah terbatas yakni wilayah Tallu Lembangna.

     Selain daripada itu terdapat Aluk Sanda Pitunna disebarluaskan oleh tiga tokoh, yaitu : Pongkapadang bersama Burake Tattiu’ menuju bagian barat Tana Toraja yakni ke Bonggakaradeng, sebagian Saluputti, Simbuang sampai pada Pitu Ulunna Salu Karua Ba’bana Minanga, derngan membawa pranata sosial yang disebut dalam bahasa Toraja “To Unnirui’ suke pa’pa, to ungkandei kandian saratu yakni pranata sosial yang tidak mengenal strata. Kemudian Pasontik bersama Burake Tambolang menuju ke daerah-daerah sebelahtimur Tana Toraja, yaitu daerah Pitung Pananaian, Rantebua, Tangdu, Ranteballa, Ta’bi, Tabang, Maindo sampai ke Luwu Selatan dan Utara dengan membawa pranata sosial yang disebut dalam bahasa Toraja : “To Unnirui’ suku dibonga, To unkandei kandean pindan”, yaitu pranata sosial yang menyusun tata kehidupan masyarakat dalam tiga strata sosial.Tangdilino bersama Burake Tangngana ke daerah bagian tengah Tana Toraja dengan membawa pranata sosial “To unniru’i suke dibonga, To ungkandei kandean pindan”, Tangdilino diketahui menikah dua kali, yaitu dengan Buen Manik, perkawinan ini membuahkan delapan anak. Perkawinan Tangdilino dengan Salle Bi’ti dari Makale membuahkan seorang anak. Kesembilan anak Tangdilino tersebar keberbagai daerah, yaitu Pabane menuju Kesu’, Parange menuju Buntao’, Pasontik ke Pantilang, Pote’Malla ke Rongkong (Luwu), Bobolangi menuju Pitu Ulunna Salu Karua Ba’bana Minanga, Bue ke daerah Duri, Bangkudu Ma’dandan ke Bala (Mangkendek), Sirrang ke Dangle.

       Itulah yang membuat seluruh Tondok Lepongan Bulan Tana Matari’ Allo diikat oleh salah satu aturan yang dikenal dengan nama Tondok Lepongan Bulan Tana Matari’ Allo arti harfiahnya adalah “Negri yang bulat seperti bulan danMatahari”. Nama ini mempunyai latar belakang yang bermakna, persekutuan negeri sebagai satu kesatuan yang bulat dari berbagai daerah adat. Ini dikarenakan Tana Toraja tidak pernah diperintah oleh seorang penguasa tunggal, tetapi wilayah daerahnya terdiri dari kelompok adat yang diperintah oleh masing-masing pemangku adat dan ada sekitar 32 pemangku adat di Toraja.
Karena perserikatan dan kesatuan kelompok adat tersebut, maka diberilah nama perserikatan bundar atau bulat yang terikat dalam satu pandangan hidup dan keyakinan sebagai pengikat seluruh daerah dan kelompok adat tersebut.

bersambung di page berikutnya….

Wednesday, June 15, 2016

Cara Mengembalikan File/Folder Yang Di Hidden



Cara Mengembalikan File/Folder Yang Di Hidden Oleh Virus


            Hari ini adalah hari yang tidak beruntung bagiku, karena ketika ingin membuka data-data yang ada dalam flasdisk ku tiba-tiba flasdisk aku kena virus dan semua folder  yang ada di dalamnya hilang alias di hidden oleh virus (hanya muncul short cut)

Lanjut cerita akhirnya fladisk tersebut aku scan dengan antivirus dan bersih lah sudah virusnya, namun tetap saja file yang kena virus tersebut tidak tampak folder-foldernya karena masih status hidden. Dan aku pikir itu biasa saja tinggal bagaimana cara mengembalikan file yang di hidden oleh virus tersebut.

Cara mengembalikan file yang di hidden oleh virus itu gampang sekali karena itu bisa di lakukan tanpa menggunakan software ataupun antivirus kita hanya menggunakan CMD atau Command Prompt bawaan sistem operasi kebetulan saya menggunakan windows 7 jadi langkah-langkahnya adalah sebagai berikut ini untuk mengembalikan file yang di hidden oleh virus tersebut:

oke langsung saja berikut ini caranya:

- Masuk ke Command Prompt dengan cara Klik Start lalu pilih run kemudian dalam kotak   run anda tulis dengan CMD.

- Setelah jendela Command Prompt keluar maka selanjutnya sobat tinggal ketikkan nama drive flashdisk/memory card anda yang diikuti dengan tanda : contohnya: drive flashdisk/memory card anda F maka anda ketikkan F: lalu tekan enter.

- Kini anda berada di dalam drive flashdisk anda, kemudian ketikkan dir lalu tekan enter kemudian lihat hasilnya sudah muncul atau belum file yang anda cari? Jika belum maka ketikkan dir/a kemudian tekan enter kembali lihatlah apakah file atau folder yang anda sekarang sudah terlihat?
-Jika sudah terlihat maka langkah selanjutnya adalah ketikkan attrib –s –h –r /s /d tunggu beberapa detik setelah muncul drive flashdisk pada jendela Command Prompt anda misalnya F:\> maka proses pengembalian file atau folder telah selesai.....

Singkatnya begini :
1.       Klik start, pilih RUN
2.       Ketik: CMD, lalu enter
3.       Ketik nama drive: misal; E: lalu enter
4.       Ketik: dir
5.       Ketik: attrib –s –h –r /s /d
6.       Tunggu sampai muncul; E:/>

Keterangan:
attrib = string untuk memulai merubah atribut pada Command Prompt
-s = menghilangkan atribut System File
-h = menghilangkan atribut Hidden File
-r = menghilangkan atribut Read Only File
/s = sub directory
/d = directory
dir = melihat isi dari sebuah directory
dir /a = melihat isi dari sebuah directory beserta atribut file nya juga berfungsi untuk menampilkan file hidden.


Cara menampilkan file hidden (files folder)

 Files folder yang tersembunyi atau hidden kadang membuat kita tidak menyadari bahwa banyak kapasitas harddisk yang terpakai oleh file folder tersebut, kadang kita melihat secara sepintas di windows explorer bahwa tidak banyak file yang ada pada media penyimpanan kita, akan tetapi pada saat kita ingin menyimpan data pada media tersebut ada peringatan bahwa disk tidak mencukupi atau no space sehingga kita tidak bisa melanjutkan untuk menyimpan file lagi.
Jika anda mengalami masalah seperti ini, kemungkinan banyak file folder yang di hidden, entah itu karena virus atau memang sengaja untuk disembunyikan. Jadi jika anda ingin menghapus atau memindahkan file folder yang di hidden maka yang anda harus lakukan adalah menampilkan dahulu file folder yang dihidden.
Berikut adalah langkah - langkah untuk menampilkan file hidden pada windows explorer:
1.  Langkah pertama masuk ke folder yang ingin ditampilkan foldernya
2.  Langkah kedua pilih tool pada menu bar dibagian atas
3.  Selanjutnya pilih folder option
4.  Pada jendela folder option pilih view pada menu bar dan centang show hidden files, folder and drive seperti pada gambar dibawah ini.
Semoga artikel ini bisa bermanfaat dan membantu...